Pantang Seorang Budiman Melawan Suara Keyakinannya
Sebuah Petikan Tulisan Buya Hamka dalam Karyanya, 'Lembaga Hidup'Menghargai diri ialah membela dan menyatakan kebenaran, berfikir menurut keyakinan sendiri, dan berkata menurut apa yang dipercayai benarnya.
Kadang-kadang timbul beberapa sebab yang memaksa seseorang terhalang mengatakan apa yang diyakininya, atau mengatakan apa yang diketahuinya. Padahal dia tahu bahwa duduk perkara bukanlah sebagaimana yang kelihatan,
tetapi berlainan dari itu. Cuma dia tidak dapat membicarakannya. Oleh sebab itu maka wajiblah orang berpikir sebelum berkata. Kalau perkataan telah dikeluarkan, walau orang suka atau tidak suka, pantang bagi manusia mengolahnya, dan mentakwilkannya, supaya menurut suka hati orang banyak. Padahal berlwanan dengan hatinya sendiri.
Pantang bagi seorang budiman melawan suara keyakinannya. Sebab lidah orang yang berakal di belakang hatinya. Dan hati orang yang bodoh di belakang lidahnya. Alangkah celakanya kalau kita dikatai orang dengan perkataan, "Tuan dusta! Tuan tidak mengatakan yang sebenarnya." Dan alangkah beruntungnya bila dikatakan orang dihadapan kita, "Tuan benar! Perkataan Tuan terbukti semuanya." Alangkah pahitnya yang pertama, dan alangkah manisnya yang kedua.
Orang yang tidak menuruti apa yang dikatakannya, atau mengatakan apa yang tidak diyakininya, ialah berdusta. orang berani berdusta karena hendak memegahkan diri, atau karena maksud yang tidak jujur, atau karena pengecut dan mungkir, hendak menutup dosa dan kekurangan diri. Tercela dusta mulut, dan tercela pula dusta perbuatan.
Kalau ada orang mengatakan atau memperbuat suatu perkara semata-mata hendak menipu orang, dustalah ia. orang yang tahu suatu perbuatan benar, tidak dikerjakannya atau takut mengatakannya, adalah seorang pengkhianat. Bukan pengkhianat kepada orang lain saja tetapi berkhianat kepada dirinya sendiri. Kepada harga batinnya, dan kepada segala haknya yang suci.
Munafik
Munafik adalah perangai jahat yang diberi kulit baik. Siapakah orang munafik? Orang munafik itu lebih tahu sendiri, lebih tahu siapa dirinya. Yaitu orang yang hendak menipu orang lain dan hendak memperdayakannya. Musang yang meminjam bulu ayam yang sudah dibunuhnya, lalu dipakainya untuk menipu ayam lain.
Kata orang budiman, munafik itu adalah tanda hormat daripada perangai buruk kepada perangai baik. Artinya dia memang mengaku bahwa kejujuran itu memang baik, tetapi dia tidak sanggup mengerjakannya. Lalu dibungkuskan kebaikan itu dengan kejahatan yang tersembunyi. Munafik adalah alamat tidak percaya kepada diri sendiri.
Orang pengambil muka ialah orang yang lemah. Orang jahat memilik seribu alasan untuk melepaskan diri, tetapi tiap-tiap alasan itu bertambah mengikat dirinya (jiwa). Dia hanya mementingkan diri, sebab itu dia tidak tahu aib cela diri. Dia hasad, sebab itu dia tidak melihat kebaikan orang lain. Sebab itu janganlah takabbur.
Apa itu takabbur? Yaitu mencintai diri lebih daripada batasnya. Takabbur atau sombong itu bertingkat pula. Satu, orang takabbur itu ingin setiap orang mencintai dirinya dan ingin dihargai oleh orang lain. Dua, merendahkan orang lain dan merasa dirinya lebih tinggi. Tiga, Membanggakan kelengkapan dan kecukupan. Dalam ukuran kecil membanggakan pakaian, rumah tangga, dan makanan. Dalam ukuran besar ialah membanggakan kelebihan ilmu dan harta benda.
Yang ke-Empat, lebih menggelikan dari sifat takabbur sebagaimana kebiasaan di beberapa negeri, ada orang yang mau menyuap orang lain agar dia dipanggilkan penolong si miskin, pembela agama dan tanah air, pemimpin islam dan muslimin, dan lain-lain. (Inilah jenis kesombongan/kemunafikan yang paling menjijikkan)
Takabbur ialah membesarkan diri. Kenapa dia dibesar-besarkan?, karena hati kecil sendiri memang insaf dan merasa bahwa diri itu kecil. Untuk kelengkapan alat penjaga kekuatan fikiran ialah memperhatikan kesukaran-kesukaran yang telah ditempuh di zaman yang sudah-sudah, menyelidiki perkara yang sedang dihadapi, dan mengaturnya dengan kias ibarat fikiran yang sederhana. Asasnya ialah peraturan, yaitu meletakkan sesuatu ditempatnya. mengerjakan sesuatu pada waktunya, dan dibayar menurut janjinya. Kalau pekerjaan telah diatur, otakpun senang, hati tentram, dan jiwapun tenang.
Hak perasaan yang paling terpenting ialah menghormati diri sendiri. tahu akan harganya, sederhana dalam makan dan minum, memelihara tubuh kasar dan halus, dan menjaga pokok-pokok ketinggian budi. Yaitu perhatikan segala perkara dengan seksama, berani karena benar, takut karena salah, kuat kemauan, dan sederhana. Sederhana yang paling terpenting ialah terhadap harta benda. Hendaklah diingat benar-benar bahwasanya harta benda dicari untuk digunakan mencapai suatu maksud.
Jangan bakhil, karena kalau bakhil alamat bahwasanya harta yang memerintah diri, bukan diri lagi yang memerintah harta. Kalau penyakit bakhil telah menimpa, maka si bakhil hanya payah mengumpul, waktu hidupnya. Setelah matinya, orang lainlah yang mengambil hasilnya.
Jangan pula mubazir dan boros, karena mubazir dan boros menghabiskan harta. Ada sebuah pepatah, "Sedangkan lautan ditimba lagi kering". Boros merusakkan rumah tangga, menyusahkan diri, dan menimbulkan penyesalan. Kedang-kadang melibatkan orang kepada hutang. Hutang menjatuhkan derajat di waktu siang, dan tidak enak tidur di waktu malam. Hendaklah sederhana, tidak bakhil, dan tidak boros. Ditahan harta itu sekeras-kerasnya terhadap yang tidak berfaedah. Ditimbang seketika akan dikeluarkan, dan lekas-lekas dibelanjakan kepada yang memang perlu.
0 komentar:
Jazakallahu