Hikmah Setelah Hujan Ini
Dedaunan menjulang pagi hari ini, kemudian mereka bergoyang-goyang saat angin pagi menerapas mereka. Memang di subuh tadi langit sangat cerah, namun saat matahari akan terbit, awan-awan hitam bergulung-gulung datang dan mencegah sinarnya untuk sampai ke bumi dengan maksimal. "Awan-Awan hitam pagi ini akan menjalankan tugasnya", begitu kata angin kepada dedaunan yang semakin bergoyang-goyang, mungkin mereka senang karena hujan yang segar akan melanda mereka pagi ini.
Dan benarlah perkataan angin-angin kepada dedaunan tadi, selang beberapa menit air yang bertitik-titik merembes dari langit, tempat para awan bergelayutan. Suasana terasa agak menyeramkan karena sinar mentari pagi yang cerah dicekam oleh awan-awan hitam bergulung-gulung di langit yang datang dengan tiba-tiba. Namun suasana penuh kesegaran itu sebenarnya menyenangkan bagi dedaunan. Karena ia dapat melihat tanah-tanah yang kering dibasahi air yang melimpah. rumput-rumput dan pepohonan kecil yang kehausan sejak semalam ia lihat dengan matanya telah menjadi segar. begitupun debu-debu yang menempel di batu-batu dan termasuk di dedaunan itu sendiri, seluruh debu itu luruh dan terbawa aliran air kembali ke tanah. Hujan adalah suasana yang ia cintai.
Perasaan hati penulis turut segar pula pagi ini. Dan memang hujan pagi membuat sedikit kesulitan untuk berangkat mengajar ke sekolah, namun sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Ketika pagi ini adalah juga jadwal kuliah pagi di kampus yang berjarak 14 kilometer tersebut, kelas hari ini diliburkan. Pangya!
Tetapi bukanlah kelas diliburkan pagi ini yang membuat penulis menyatakan perasaan ini sangat segar, tetapi adalah terbitnya postingan ini. Pembaca tahu, blog ini telah cukup lama penulis telantarkan. Dan pagi ini adalah mukjizat! Bahwa penulis mendapati hatinya memutuskan untuk menulis kembali selama hidupnya, dan dimulai dari blog ini.
:)
Baiklah, sudah cukup curhatnya, penulis memberikan apresiasi bagi pembaca yang sudah mau membaca curhat barusan.
Kalian tahu dongeng ini? Di sebuah hutan di tepi sungai, berjalanlah seekor siput dengan kecepatan perlahannya. Si siput saat itu bermaksud ingin mengunjungi keponakannya di pinggir jalan sebelah untuk mengajaknya mencari makan bersama. Dengan penuh kesabaran siput menempuh perjalanan yang sangat jauh yang bila kita hitung maka jarak nya adalah tiga jengkal orang dewasa. Di tengah perjalanannya, melintaslah seekor binatang cerdik yang telah kita kenal, yaitu kancil. Kancil yang sedang acuh tak acuh merasa tertarik melihat seekor hewan yang terengah-engah di depannya.
"Kamu sedang apa? Kenapa terengah-engah begitu?" si Kancil yang merasa tertarik bertanya.
"Tidak mengapa, ini hanya karena perjalanan jauh. Ketika nanti sampai di tujuan, semua letih ini akan menghilang dan yang tersisa hanyalah kesenangan dan kemenangan saat bertemu dengan keponakan yang sudah sangat lama tidak kukunjungi. Dia adalah keponakanku yang baik," siput menjelaskan panjang lebar.
"Kancil yang makin tertarik kembali bertanya, "Memang darimana saja kamu tadi berjalan? Dan boleh ku tahu di mana rumah keponakan mu itu?"
"Aku berjalan dari tempat itu," Siput menunjukkan tempat yang tak jauh dari semak-semak di pinggir jalan di tepi sungai, dan Kancil memperhatikannya dengan ekspresi bingung. Kemudian siput berkata kembali, "Dan rumah keponakanku ada di pinggiran air sungai di tepi jalan ini".
"Dan kamu katakan jarak seperti ini jauh?"
"Hah? Tentu saja, sampai-sampai aku menghabiskan beberapa jam untuk menempuhnya. Apa yang membuatmu bingung?" Siput menanggapi kancil dengan agak tersinggung.
Namun tanggapan Siput membuat Kancil tertawa terpingkal-pingkal. Tawanya seolah tidak bisa dihentikan meskipun Siput telah menampakkan ekspresi yang sangat tidak suka melihat kelakuannya. ia terus tertawa sambil sesekali menriakkan kata-kata "jauh, jauh jauh!" dan memukul-mukul tanah. Dengan perasaan yang nyaris tidak tertahankan lagi, Siput langsung melengos pergi meninggalkan Kancil.
"Ke hi hi hi hi..., bagaimana mungkin jarak yang bisa kulompati dalam sekejap ia katakan jauh?! Ke hi hi hi hi...." Kancil terus dengan sengaja melanjutkan tertawanya tanpa memikirkan perasaan Siput.
"Teruskan tertawamu! teruskan. Aku saat ini lebih baik darimu!" teriak siput tanpa melihat ke arah Kancil.
"Apa? kamu lebih baik dari ku? Yakinkan bahwa akuini tidak salah dengar," Kancil mendadak serius dan menghadang jalannya siput yang menurutnya bukanlah berjalan, karena ia merasa tidak melihat perpindahan dari siput.
"Ya, benar, sekarang minggir karena aku sedang terburu-buru".
>>> Bersambung....
Dan benarlah perkataan angin-angin kepada dedaunan tadi, selang beberapa menit air yang bertitik-titik merembes dari langit, tempat para awan bergelayutan. Suasana terasa agak menyeramkan karena sinar mentari pagi yang cerah dicekam oleh awan-awan hitam bergulung-gulung di langit yang datang dengan tiba-tiba. Namun suasana penuh kesegaran itu sebenarnya menyenangkan bagi dedaunan. Karena ia dapat melihat tanah-tanah yang kering dibasahi air yang melimpah. rumput-rumput dan pepohonan kecil yang kehausan sejak semalam ia lihat dengan matanya telah menjadi segar. begitupun debu-debu yang menempel di batu-batu dan termasuk di dedaunan itu sendiri, seluruh debu itu luruh dan terbawa aliran air kembali ke tanah. Hujan adalah suasana yang ia cintai.
Perasaan hati penulis turut segar pula pagi ini. Dan memang hujan pagi membuat sedikit kesulitan untuk berangkat mengajar ke sekolah, namun sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Ketika pagi ini adalah juga jadwal kuliah pagi di kampus yang berjarak 14 kilometer tersebut, kelas hari ini diliburkan. Pangya!
Tetapi bukanlah kelas diliburkan pagi ini yang membuat penulis menyatakan perasaan ini sangat segar, tetapi adalah terbitnya postingan ini. Pembaca tahu, blog ini telah cukup lama penulis telantarkan. Dan pagi ini adalah mukjizat! Bahwa penulis mendapati hatinya memutuskan untuk menulis kembali selama hidupnya, dan dimulai dari blog ini.
:)
Baiklah, sudah cukup curhatnya, penulis memberikan apresiasi bagi pembaca yang sudah mau membaca curhat barusan.
Kalian tahu dongeng ini? Di sebuah hutan di tepi sungai, berjalanlah seekor siput dengan kecepatan perlahannya. Si siput saat itu bermaksud ingin mengunjungi keponakannya di pinggir jalan sebelah untuk mengajaknya mencari makan bersama. Dengan penuh kesabaran siput menempuh perjalanan yang sangat jauh yang bila kita hitung maka jarak nya adalah tiga jengkal orang dewasa. Di tengah perjalanannya, melintaslah seekor binatang cerdik yang telah kita kenal, yaitu kancil. Kancil yang sedang acuh tak acuh merasa tertarik melihat seekor hewan yang terengah-engah di depannya.
"Kamu sedang apa? Kenapa terengah-engah begitu?" si Kancil yang merasa tertarik bertanya.
"Tidak mengapa, ini hanya karena perjalanan jauh. Ketika nanti sampai di tujuan, semua letih ini akan menghilang dan yang tersisa hanyalah kesenangan dan kemenangan saat bertemu dengan keponakan yang sudah sangat lama tidak kukunjungi. Dia adalah keponakanku yang baik," siput menjelaskan panjang lebar.
"Kancil yang makin tertarik kembali bertanya, "Memang darimana saja kamu tadi berjalan? Dan boleh ku tahu di mana rumah keponakan mu itu?"
"Aku berjalan dari tempat itu," Siput menunjukkan tempat yang tak jauh dari semak-semak di pinggir jalan di tepi sungai, dan Kancil memperhatikannya dengan ekspresi bingung. Kemudian siput berkata kembali, "Dan rumah keponakanku ada di pinggiran air sungai di tepi jalan ini".
"Dan kamu katakan jarak seperti ini jauh?"
"Hah? Tentu saja, sampai-sampai aku menghabiskan beberapa jam untuk menempuhnya. Apa yang membuatmu bingung?" Siput menanggapi kancil dengan agak tersinggung.
Namun tanggapan Siput membuat Kancil tertawa terpingkal-pingkal. Tawanya seolah tidak bisa dihentikan meskipun Siput telah menampakkan ekspresi yang sangat tidak suka melihat kelakuannya. ia terus tertawa sambil sesekali menriakkan kata-kata "jauh, jauh jauh!" dan memukul-mukul tanah. Dengan perasaan yang nyaris tidak tertahankan lagi, Siput langsung melengos pergi meninggalkan Kancil.
"Ke hi hi hi hi..., bagaimana mungkin jarak yang bisa kulompati dalam sekejap ia katakan jauh?! Ke hi hi hi hi...." Kancil terus dengan sengaja melanjutkan tertawanya tanpa memikirkan perasaan Siput.
"Teruskan tertawamu! teruskan. Aku saat ini lebih baik darimu!" teriak siput tanpa melihat ke arah Kancil.
"Apa? kamu lebih baik dari ku? Yakinkan bahwa akuini tidak salah dengar," Kancil mendadak serius dan menghadang jalannya siput yang menurutnya bukanlah berjalan, karena ia merasa tidak melihat perpindahan dari siput.
"Ya, benar, sekarang minggir karena aku sedang terburu-buru".
>>> Bersambung....
0 komentar:
Jazakallahu